Konsep diri adalah pikiran dan keyakinan seseorang mengenai dirinya sendiri.Deskripsi seorang anak kecil, adalah contoh sederhananya, misalnya ”saya berumur 8 tahun”, “saya penari terbaik dikelas”, atau “saya yang paling bodoh di kelas”.
William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “ persepsi yang bersifat fisik, social,dan psikologis, mengenai diri kita, yang didapat dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain”.
Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini dapat bersifat psikologis, social, dan fisis (Rakhmat,2003). Misalnya, anda mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada diri anda:
Bagaimana watak saya sebenarnya?
Apa yang membuat saya bahagia dan sedih?
Apa yang sangat mencemaskan saya?
Bagaimana orang lain memandang saya?
Apakah mereka menghargai atau merendahkan saya?
Apakah mereka membenci atau menyukai saya?
Bagiamana pandangan saya tentang penampilan saya?
Apakah saya orang yang menarik atau jelek?
Apakah tubuh saya kuat atu lemah?
Jawaban pada tiga pertanyaan pertama adalah persepsi psikologis tentang diri Anda. Jawaban pada tiga pertanyaan berikutnya adalah persepsi social. Jawaban pada tiga pertanyaan terakhir adalah persepsi fisis tentang diri Anda. Dengan demikian, konsep diri bukan sekedar gambaran deskriptif tentang diri, tetapi juga penilaian tentang diri Anda.
B. SUMBER-SUMBER KONSEP DIRI
1. Self-Esteem
Self-esteem (harga diri) adalah penilaian, baik positif atau negative, individu terhadap diri sendiri. Tingginya self-esteem merujuk pada tingginya estimasi individu atas nilai, kemampuan, dan kepercayaan yang dimilikinya. Sedangakan self-esteem yang rendah melibatkan penilaian yang buruk akan pengalaman masa lalu dan pengharapan yang rendah bagi pencapaian masa depan.
Orang dengan self-esteem tinggi memiliki sikap positif terhadap dirinya. Mereka merasa puas dan menghargai diri sendiri, yakin bahwa mereka mempunyai sejumlah kualitas baik, dan hal-halyang patut dibanggakan. Self –esteem mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang. Orang dengan self-esteem tinggi akan lebih lentur dalam menaggapi situasi yang dihadapi meskipun itu situasi yang sulit karena mereka mampu menerima diri sendiri apa adanya, daripada orang dengan self-esteem rendah.
Harga diri merupakan salah satu komponen konsep diri. Konsep diri mempunyai dua komponen; komponen kognitif dan komponen afektif (Rakhmat,2003). Bisa jadi komponen kognitif berupa, “saya ini bodoh” dan komponen afektif berupa, “saya senang saya bodoh, ini lebih baik bagi saya”. Bisa jadi komponen kognitifnya sama, tetapi komponen afektifnya, ”saya malu sekali karena saya bodoh”. Komponen afektif inilah disebut harga diri. Adapun komponen kognitif disebut self-image (citra diri).
2. Social Evaluation (Penilaian Sosial)
Proses evaluasi social ini termasuk di dalamnya Reflected appraisal (pantulan penilaian) atau direct feedback (umpan balik langsung) Apakah itu?
a. Reflected appraisal
Bagaimana orang lain memandang Anda? Bagaimana Anda hadir atau tampil di hadapan orang sangat mungkin berdasarkan pertimbangan dari tindakan dan perkataan orang tersebut terhadap Anda. Dalam banyak hal, pendapat kita tentang diri sendiri adalah cermin (refleksi atau pantulan) dari penilaian nyata orang lain terhadap kita. Pendapat yang dilontarkan orang ini kemudian berpindah menjadi pendapat kita. Perpindahan ini terjadi dengan mudah, dari “orang lain mengatakan bahwa saya bukan pendengar yang baik”, ke “Saya bukan pendengar yang baik”. Dengan menyimpulkan pendapat orang lain tentang Anda dan kemudian memakai pendapat tersebut sebagai pendapat Anda sendiri maka Anda memantulkan penilaian orang lain itu. Pantulan penilaian yang Anda lakukan tersebut kemudian masuk dalam self-concept Anda.
b. Direct feedback
Ketika orang lain -terutama significant others, seperti orang tua dan teman-teman dekat- menyatakan penilaiannya kepada kita maka kita menerima feedback (umpan balik) tentang kualitas dan kemampuan kita. Umpan balik langsung (direct feedback) ini lebih jarang terjadi dibanding reflected appraisals, tetapi merupakan sumber penting bagi self-concept seseorang
Beberapa teori kepribadian menunjuk pentingnya umpan balik langsung (direct feedback) bagi aktualisasi diri (self-actualization), yaitu perkembangan terhadap peningkatan kemampuan seseorang. Contoh, ketika Anda kecil, orang tua Anda mungkin berulang kali mengatakan “Kami sangat bangga jika Kamu bisa melakukan yang terbaik di sekolah”. Jika demikian maka Anda mengembangkan self-concept yang
rnudah karena Anda merasa cinta atau penghargaan dari orang lain memiliki syarat, yaitu bergantung pada perilaku Anda. Berdasarkan teori kepribadian humanistic, kemungiann besar anda akan menjadi orang dewasa yang bahagia dan sehat jika anda menerima direct feedback atau penghargaan secara positif oleh orang lain tanpa syarat bahwa cinta untuk Anda tidak bergantung pada perilaku tertentu anda.
C. TEORI-TEORI KONSEP DIRI
1. Social Comparison (Pembandingan social)
Menurut ahli psikologi social modern, Leon Festinger, social comparison theory membantu menjelaskan berbagai macam fenomena, termasuk keyakinan social, perubahan sikap, dan komunikasi kelompok.
Social comparison theory ini dibangun atas empat prinsip dasar, yakni berikut ini:
a. Setiap orang memiliki keyakinan tertentu.
b. Penting bagi keyakinan kita untuk menjadi benar.
c. Beberapa keyakinan lebih sulit untuk dibuktikan dibanding yang lainnya. Hal-hal yang tidak bisa dibuktikan secara objektif mungkin dibuktikan secara subjektif melalui pembuktian bersama (membuat orang lain setuju).
d. Ketika anggota dari kelompok rujukan (refrence group) saling tidak setuju tentang suatu hal, mereka akan berkomunikasi hingga konflik tersebut terselesaikan.
2. Persepsi diri (Self-Perception)
a. Self-Attribution (Atribusi Diri)
Penelitian pada ekspresi emosi menguatkan penjelasan self-attribution ini. Dengan “memalsukan” emosi-marah-seseorang bisa membuat “tampak” nyata, suatu keadaan yang benar-benar dirasakan. Teori self-perception menjelakan bahwa ketika kita mencoba memahami bagaimana perasaan kita, kita melihatnya pada wajah kita:”saya tadi tersenyum, jadi saya menyangka tadi saya senang.”
b. Overjustification (Pembenaran yang Berlebih)
Proses self-perception bekerja dengan menyimpulkan maksud dan tujuan kita. Contoh: kita tahu bahwa seseorang dibayar mahal untuk suatu pekerjaan yang sulit. Ini mendorong kita untuk berkesimpulan bahwa uang –sebagai tujuan ekstrinsik- adalah motivasi utamanya.
D. HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASI
Konsep diri merupakan factor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya (Rakhmat,2003).
Brook dan Emmert (dalam Rakhmat, 2003) menyebutkan ada lima ciri orang yang memiliki konsep diri positif :
1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.
2. Ia merasa setara dengan orang lain.
3. Ia menerima pujia tanpa rasa malu.
4. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena mengungkapkan kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Hamachek (dalam Rakhmat,2003) menyebutkan ada sebelas karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif:
1. Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.
Namun, ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu apabila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukan bahwa ia salah.
2. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3. Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi di waktu lalu, dan apa yang telah terjadi di waktu yang lalu,dan apa yang sedang terjadi di waktu sekarang
4. Ia memiliki keyakinan pada kemampuan untuk mengatasi persoalan. Bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.
5. Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu , latar belakang keluarga, atu sikap orang lain terhadapnya.
Adapun orang yang memiliki konsep diri negative adalah mereka yang memiliki ciri-ciri:
1. Peka terhadap kritik; artinya ia tidak tahan menerima kritik, mudah marah dan naik pitam. Baginya, koreksi dari orang lain sering kali dianggap sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
2. Sangat responsive dan antusias terhadap pujian. Baginya, segala hal yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya.
3. Hiperkrtis terhadap orang lain. Sikap ini dikembangkan sejalan dengan sikap kedua tadi; di satu pihak ia selalu ingin dipuji, tetapidi pihak lain ia tidak sanggup mengungkap penghargaan atau pengakuan akan kelebihan orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun atau siapapun.
4. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tak diperhatikan. Ia tidak mempermasalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari system social yang tidak beres. Ia menganggap orang lain sebagai musuh hingga tak dapat melahirkan kehangatan dalam berhubungan dengan orang lain.
Dari konsep diri yang positif akan lahir pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan kita dengan lebih cermat pula. Orang yang memiliki konsep diri positif adalah orang menurut istilah Sidney M. Jourard “tembus pandang” (transparent, yakni terbuka terhadap orang lain, Rakhmat,2003).
KOGNISI SOSIAL TENTANG DIRI
A. PENGERTIAN KOGNISI SOSIAL TENTANG DIRI DAN PENGEMBANGAN DIRI
1. Self-awareness (Kesadaran Diri)
Self-awareness (kesadaran diri) merupakan perhatian sesorang yang terfokus pada diri sendiri, perasaannya, nilai, maksud, dan/atau evaluasi dari orang lain.
2. Self-Schemata (Skema Diri)
Skemata merupakan kategorisasi gagasan mengenai stimuli yang dikembangkan oleh diri sendiri. Oleh karena itu, self-schemata adalah seperangkat susunan self-generalizations (hal-hal yang umum) dari diri seseorang, yang didapat dari penilaian yang dilakukan sendiri atau orang lain. Self-schemata mempengaruhi bagaimana Anda memperhatikan atau mengingat informasi dan kesempatan tentang diri sendiri. Contoh: self-schemata Anda meliputi “fisik yang tidak kuat”. Oleh karenanya Anda akan memikirkan skema ini sebelum mnyetujui bergabung dengan sebuah klub olahraga. Self-schemata mungkin akan membatasi kita, tetapi merupakan suatu hal yang bersifat dinamis, dapatberubah seiring perkembangan informasi dan pengalaman kita.
B. SELF-MOTIVATION (MOTIVASI DIRI)
1. Self-Consistency (konsistensi Diri)
a. insufficient justification
ketika seseorang berbuat sesuatu yang tidak mendapat pembenaran, mugkin dia akan membangun rasionaliatas –self-justification- untuk memulihkan self-consistency dirinya. Misalnya, Anda menghabiskan banyak uang untuk sebuah mobil yang sangat menarik perhatian Anda, tetapi tidak begitu disukai orang. Anda mungkin beralasan untuk diri sendiri maupun orang lain bahwa mobil itu merupakan investasi besar dan mempunyai nilai jual. Anda mungkin yakin akan hal ini, tapi alasan itu hanya untuk membenarkan uang yang telah dihabiskan.
b. Decision-Making (pembuatan Keputusan)
Self-justification juga dibuat dengan cepat setelah seseorang membuat suatu keputusan yang sulit. Contohnya , seseorang harus memutuskan kuliah apa yang harus ia hadiri dari dua pilihan kuliah. Keduanya merupakan kuliah yang penting, tetapi ia tetap harus memutuskan. Setelah memutuskan suatu pilihan, mungkin ia akan melihat beberapa masalah atau kekurangan pada kuliah yang tidak dipilih, dan menemukan manfaat/keuntungan atas pilihan yang ia buat. Alasan yang muncul setelah keputusan tersebut merupakan pembenaran atas pilihan yang telah diputuskan saat itu, yang singkat dan sulit.
2. Self-Enchancement (Peningkatan Diri)
Self-motivation yang besar adalah perlindungan dan pertahanan akan self-esteem (harga diri). Dikatakan bahwa banyak orang yang menderita karena self-esteem yang rendah. Teori kepribadian humanistic (humanistic personality theories) menyebutkan bahayanya evaluasi negative atas diri seseorang. Beberapa kecenderunagan self-enchacement terjadi melalui proses yang telah disebutkan, seperti donward comparisons, meyakinkan diri atas kelebihannya dari orang lain atau self-justifiction, untuk merasionalisasikan perilaku yang bertentangan dengan diri.
Diluar itu ada bentuk-bentuk lain self-enchacement, yaitu self-serving processes dan self-presentation processes.
a. Self-serving processes
Proses ini umumnya melibatkan tiga bentuk kognisi social yang diaplikasikan pada perlindungan terhadap self-esteem, yaitu:
1) Egocentric Bias (Bias Egosentris)
Egosentris atau pemusatan diri (self-conteredness) bisa membuat pengolahan dan pengingatan informasi menjadi bias. Ketika terpengaruh oleh bias egosentris, seseorang mengingat dengan lebih baik informasi yang relevan baginya. Salah satu bentuk bias egosentris dalam suatu hubungan adalah mnyatakan kontribusi dirinya lebih banyak dibanding yang lain.
Seperti telah di jelaskan, social comparison penting bagi perkembangan self-concept seseorang. Social comparison menimbulkan efek bagi penilalian dari perilaku positif atau negative seseorang. Misalnya, Anda telah melakukan sesutau yang baik dan patut di puji. Mungkin Anda memperkuat pendapat Anda sendiri dengan menyimpulkan bahwa hanya sedikit orang yang akan bertindak sama seperti Anda. Proses self-serving ini disebut dengan false-uniqueness effect (efek keunikan palsu). Akan tetapi, apabila Anda melakukan sesuatu yang buruk dan patut disalahkan, Anda mungkin meyakinkan diri bahwa orang lain pasti akan berbuat sama dalam kondisi yang sama pula. Ini disebut dengan false-consesus effect (efek konsesus palsu). Kedua hal tersebut merupakan bias-bias egosentris, yang dimotivasi oleh self-enchancement.
Proses self-serving yang lain terjadi ketika mengambil kesimpulan tentang diri dari tindakan yang kita lakukan. Kecenderungan untuk mengedepankan hal-hal baik dari kesuksesan kita dan menjauhkan kegagalan kita disebut dengan beneffectance. Benefectance adalah bias dalam atribusi. Misalnya , Anda kecewa menonton tim sepak bola favorit Anda yang bermain buruk sehingga kalah. Kemudian, Anda mingkin akan terkejut membaca dimedia massa para pemain mengatakan bahwa penampilan yang buruk disebabkan oleh keadaan cuaca yang tidak bersahabat. Pada contoh ini, sudut pandang Anda sebagai pengamat lebih objektif, sedangkan sudut pandang para pemain sepak bola di penuhi dengan beneffectancd.
Banyak kognisi diri dimotivasi oleh perhatian terhadap penyajian diri (self-presentation). Terdapat tiga proses self-presentation:
1) Impression management
Dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain, kita bukan hanya menyampaikan atau menerima pesan, tetapi juga melakukan pengolahan kesan (impression management). Konsep ini datang dari sosiolog Erving Goffman. Ia mengatakan bahwa seseorang “tampil” di hadapan orang lain untuk mendapatkan kesan tertentu. Manusia secara sengaja menampilkan diri (self-presentation) seperti yang ia kehendaki. Peralatan lengkap yang ia gunakan untuk menampilkan diri ini disebut front. Front terdiri dari panggung (setting), penampilan (appearance), dan gaya bertingkah laku (manner).
Ketika kita berhadapan dengan orang lain, bahkan dengan yang tidak kita kenal, kita merasa ada tekanan yang membuat kita bertindak semestinya. Mengapa demikian? Orang asing tidak kenal kita dan tidak tahu bagimananya kita , maka kita terlibat dalam
apa yang disebut social accounting untuk meyakinkan mereka. Salah satu bentuk social accounting adalah mimic muka, termasuk terlihat malu ketika kita terlibat dalam kesalahan atau tersenyum ketika melakukan kontak mata dengan orang lain. Bentuk lainnya adalah membuat excuses (alasan). Ini meliputi alsan sebenarnya (“Maaf saya tidak dengar, tolong diulangi”) dan alasan yang dibuat. Misalnya, Anda terlambat hadir di sebuah pesta , jika Anda mengatakan alasan sebenarnya mungkin akan melukai perasaan si empunya acara, oleh karenanya Anda berkata, “Saya minta maaf datang terlambat, tadi saya belok kearah yang salah”.
Self-monitoring yaitu pengawasan terhadap tindakan kita guna mencapai tujuan tertentu. Melalui pengawasan ini kita melakukan penyesuaian-penyesuaian atas tindakan-tindakan yang dilakukan atau hendak dilakukan. Ahli psikologi social menyebutkan dimensi ini dapat menyebabkan orang terlihat berbeda . Pada suatu keadaan, seseorang akan mempunyai self-monitoring yang tinggi terhadap situasi sosialnya dan berperilaku selayaknya. Ini disebut dengan high self-monitoring. High self-monitoring memberi perhatian lebih pada orang lain, melihat dan menaggapi orang lain untuk menyenangkan mereka. Mereka mengatakan hal-hal yang mereka pikir orang lain mau dengar atau memberi pendapat untuk menyenangkan orang lain. Sebaliknya, orang dengan low self-monitoring berperilaku konsisten pada situasi apapun, yaitu dengan mempertahankan nilai-nilai mereka, dan mengarahkan perilaku dengna prinsip yang dimiliki, bukna karena alasan pragmatis.