Selasa, 04 Desember 2012

persepsi dan atribusi

Manusia memang tidak hanya melakukan tindakan persepsi terhadap objek. Tetapi manusia juga melakukan proses persepsi mengenai orang atau orang – orang lain. Persepsi tentang orang (person perception) kadang
juga disebut persepsi social. Tujuannya adalah untuk memahami orang dan orang – orang lain (Sarlito 1997).

Menurut Rahmat (2003) ada empat perbedaan anatara persepsi obyek dan persepsi tentang orang (persepsi interpersonal):

  1. Persepsi obyek, stimuli dianggap sebagai panca indra melalui benda – benda fisik : gelombang cahaya, gelombang suara, temperatur. Sedangkan persepsi tentang orang, stimuli samapai kepada kita melalui lambang – lambang verbal atau grafis yang disampaikan pada pihak ke tiga.
  2. Persepsi tentang orang jauh lebih sulit daripada persepsi objek. Pada persepsi objek, kita hanya menaggapi sifat - sifat luar objek tersebut. Namun, pada persepsi tentang orang, kita mencoba memahami apa yang tidak ditangkap oleh alat indra kita. Kita coba memahami bukan saja perilaku orang, tetapi motiv atau mengapa orang berperilaku.
  3. Persepsi obyek, obyek tidak bereaksi kepada kita. Kita tidak memberikan reaksi emosional terhadap objek. Namun, ketika melakukan persepsi kepada orang lain, berbagai factor telibat seperti faktor – faktor personal kita, karakteristik orang lain yang dipersepsi maupun hubungan antara kita dengan orang tersebut.
  4. Objek relative tetap, tapi orang cenderung berubah –ubah.

Waber (1992) menyebut istilah inferensi sosial. Inferensi sosial berarti mengerti apa yang kita pelajari tentang orang atau orang lain. Inferensi sosial kita umumnya datang dari empat sumber. Yaitu :

  1. Informasi sosial tentang oranglain: manusia adalah mawkhluk yang selalu membutuhkan informasi tentang orang lain yang berada disekitar dirinya. Contohnya saja saat anda menemui seseorang yang sedang lari dengan membawa buku. Pasti anda akan menanyakan padanya, “kenapa anda terburu-buru? Ada masalah kah?”.
  2. Penampilan: apakah memang benar penampilan bisa dijadikan dasar dalam menilai seseorang? Tidak bisa dipungkiri, penampilan fisik merupakan hal yang pertama kali diperhatikan saat kita bertemu dan bertatap muka dengan seseorang. Penampilah fisik seseorang kita juga bisa memperoleh data – data social yang penting tentang dirinya. Misalnya saja, apa yang ada dalam pikiran anda saat melihat seorang laki – laki berpakaian rapih, berkemeja licin yang dimasukan kedalm celananya? Pastiakan muncul  pemikiran atau penilaian bahwa laki-laki itu adalah seorang pejabat, orang sibuk, atau orang yang memang selalu berada di lingkungan perusahaan.
  3. Petunjuk nonverbal :
  • Ekspresi wajah seseorang memegang peranan penting dalam interaksi dengan sesama. Petunjuk wajah di anggap merupakan sumber persepsi yang dapat di andalkan.
  • Kontak mata, menunjukan seberapa intim kita dengan lawan bicara. Saat interaksi dengan orang yang tidak kita kenal biasanya kita akan menghindari kontak mata yang terlalu sering dengan mereka. Sebaliknya, kalau sedang berinteraksi dengan orang yang amat kita senangi kontak mata akan dilakukan sesering mungkin.
  • Gerakan tubuh (gesture), yang kita lakukan memiliki makna atau arti tersendiri. Gerakan di sini bisa berupa gerakan tangan, lengan, maupun kepala. Beberapa gerakan memiliki arti tertentu. Misalnya, jari tangan( telunjuk dan jari tengah) yang memiliki huruf V menunjukan tanda damai atau kemenangan (victory).
  • Suara, yang kita keluarkan bisa memberikan pengaruh besar dalam menunjukan emosi dan perasaan.
  • Tindakan, dalam membentuk persepsi interpersonal, manusia sering kali memfokuskan diri atau memberi perhatian pada bagaimana cara seseorang bertindak terhadap orang lain.
4. Implikasi tindakan – tindakan orang lain :
a.      Impression integration

Bagaimanakah mengintegerasikan berbagai kesan dan makna yang berbeda terhadap seseorang? Ada beberapa strategi untuk mengintegrasikan kesan – kesan itu:

1.)    Evaluasi
Keputusan yang paling penting yang kita buat tentang orang lain adalah apakah kita menyukai atau tidak menyukainya. Melalui kebaikan dan keburukan seseorang ini berarti suatu evaluasi yang kita berikan kepada orang lain.
2.)    Averaging
Saat kesan terhadap seseorang itu bercampur (misalnya ada yang kita senangi, kita benci, ada yang kita ragukan, dan lainnya), apakah satu sama lain bisa saling mengisi? Penelitian menyebutkan bahwa kesan yangberlawanan bisa saling bersatu melalui proses pukul rata (process of averaging). Secara spesifik, kualitas yang berbeda pada setiap individu tidak hanya dievaluasi (dinilai mana yang baik dan mana yang buruk, positif atau negatif), tetapi juga memberi bobot (mana yang lebih penting, dan mana yang kurang penting).
3.)    Consistency
Konsistensi berarti suatu kesan yang kita miliki tentang seseorang, menentukan kesan lain           yang kita peroleh tentang orang itu. Misalnya, apabila informasi awal yang kita peroleh tentang seseorang kita nilai positif atau baik maka kesan berikutnya tentang orang itu juga akan dinilai dengan baik secara konsisten. Halo effect adalah salah satu kencenderungan prinsip konsistensi dalam pembentukan kesan.
4.)    Positivity
Beberapa penilitian menunjukkan, manusia cenderung untuk melihat orang lain dalam hal    yang positif. Bias positif ini merupakan perpanjangan dari keinginan manusia untuk memperoleh pengalaman yang selalu baik.

A.     PENGERTIAN ATRIBUSI

Untuk mempermudah penjelasan tentang atribusi, marilah kita simak contoh kasus berikut:

Bayangkan diri anda suatu waktu baru saja pulang dari berbelanja kebutuhan sehari – hari di supermarket dekat rumah. Saat itu, anda sedang berjalan sendirian menuju rumah dengan tangan yang penuh dengan kantong belanjaan. Tiba – tiba saja dari arah berlawanan, anda di kejutkan dengan sepeda motor yang datAng dengan kecepatan tiinggi. Sepeda motor itu semakin mendekati anda dan hampir menabrak anda. Dengan kedua tangan yang penuh, anda tidak bisa menjaga keseimbangan dan akhirnya terjatuh. Bahkan salah satu kantong belanja anda terjatuh dan isinya berhamburan dijalan. Saat itu, secara reflex, anda bisa saja marah lalu mengejar sepeda motor itu. Tetapi hal itu tidak mungkin karena anda sedang berjalan kaki dan anda juga harus membereskan barang – barang belanjaan anda. Hal yang mungkin anda lakukan adalah menggerutu. Andapun berfikir kenapa pengendara itu melakukan hal tersebut.

Atribusi adalah proses menyimpulkan motiv, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilaku yang tampak (Baron dan Byrne, 1979).

Mengapa manusia melakukan atribusi?

Menurut Myers (1996) kecenderungan memberikan atribusi disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu (ada sifat ilmuan dalam manusia), temasuk apa yang ada dibalik perilaku orang lain.

Fritz Heider yang terkenal sebagai tokoh psikologi atribusi, dasar untuk mencari penjelasan mengenai perilaku orang adalah akal sehat.

TEORI-TEORI ATRIBUSI

1. Correspondent infrence theory (teori penyimpulan terkait)
Teori ini difokuskan pada orang yang dipersepsikan. Teori ini sendiri dikembangkan oleh Edwards E. Jones dan Keith Davis (1965). Menurut teori ini, perilaku merupakan sumber informasi yang kaya. Dengan demikian, apabila kita mengamati perilaku orang lain dengan cermat, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan.

2. Casual analysis theory (Teori Analisis Kasual)
Teori ini merupakan teori atribusi yang lebih terkenal. Dasarnya adalah tetap commonsense (akal sehat) dan berfokus pada atribusi internal dan eksternal. Teori ini dikembangkan oleh Harold H. Kelley.
Teori Analisis Kasual menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menetapkan apakah suatu perilaku beratribusi internal atau eksternal.

a. Kosensus
Apakah susatu perilaku cenderung dilakukan oleh semua orang pada situasi yang sama? Makin banyak yang melakukannnya, makin tinggi kosensus; makin sedkit yang melakukannya, makin rendah kosensus

b. Konsistensi
Apakah perilaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama dimasa lalu dalam kondisi yang sama? Jika iya, berarti konsistensinya tinggi; jika tidak maka konsistensinya rendah.

c. Distingsi dan kekhasan
Apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama di masa lalu dan situasi yang berbeda – eda? Kalu iya, maka distingsinya tinggi; kalau tidak, naka distingsinya rendah.

Meurut Kelley, bila ketiga hal tersebut tinggi maka orang akan melakukan atribusi kausalitas tinggi. Misalnya, ibu marah kepada tukan sayur keliling, begitu pula ibu – ibu lain di kompleks (berarti kosensus tinggi).

BIAS – BIAS DALAM ATRIBUSI (ATTRUTIONAL BIASES)
Dalam menganalisis suatu perilaku tertentu, kita tentunya menemukan beberapa bias atau kesalahan sebagai bentuk lain dari kognisi social. Ada dua jenis bias dalam atribusi:

1. Bias Kognitif (Cognitive Biases)
Disini disebutkan bahwa atribusi merupakan suatu proses yang rasional dan logis. Teori atribusi menjelaskan bahwa manusia mengolah informasi dengan cara yang rasional.

a. Salience
Hal ini membuat kita melihat stimuli sebagai hal yang paling berpengaruh dalam membentuk persepsi. Sesuatu yang bergerak, berwarna atau baru atau apapun yang sering bergerak akan mendapatkan perhatian yang lebih dari pada yang diam atau stabil.
b. Memberikan atribusi lebih pada disposisi (overattributing to dispositions)
Salah satu konsekuensi dari bias ini adalah kita lebih sering menjelaskan perilaku seseorang melalui disposisinya. Disposisi itu kemudian dianggap sebagai kepribadian dan perilakunya secara umum, sementara situasi disekitarnya tidak bisa kita perhatikan.
c. Pelaku vs Pengamat
Salah saut hal yang menarik dalam kesalahan atribusi yang mendasar adalahhal itu biasanya terletak pada pengamat dan bukan pelakunya. Para pelaku biasanya justru sering terlalu menekankan pada peran factor eksternal.

2. Bias Motivasi (Motivational Biases)
Bias ini muncul dari usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kepentingan dan motivasi mereka. Seperti dijelaskan sebelumnya, bias kognitif timbul dari anggapan bahwa seolah – olah manusia hanya memiliki satu kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk memperoleh pemahaman yang jelas dan menyeluruh tentang lingkungannya. Sementara dalam kenyataannya, manusia memiliki kebutuhan lain, seperti kasih saying, percaya diri, harga diri, kebutuhan materi, yang sering kali tidak diindahkan.

E. ATRIBUSI TENTANG DIRI (SELF)

Banyak pembahasan mengenai atribusi adalah atribusi tentang orang lain. Padahal, manusia juga melakukan atribusi terhadap diri sendiri.
Salah satu hal yang menarik dalam teori atribusi adalah orang memiliki persepsi berdasarkan kondisi internalnya sendiri, sama seperti saat mereka memiliki persepsi tentang kondisi orang lain. Sama seperti atribusi tentang orang lain, dalam atribusi tentang diri sendiri kita juga mencari sebab – akibat suatu tindakan yang kita lakukan.
Pendekatan ini memberikan pemahaman tentang persepsi diri mengenai sikap, motivasi, dan emosi.

1. Sikap
Telah banyak penelitian yang menunjukan bahwa seseorang memiliki sikap sendiri melalui introspeksi, dengan melihat kembali berbagai pemikiran dan perasaannya secara sadar.

2. Motivasi
Dalam elemen ini, manusia cenderung mau melakukan sesuatu untuk ganjaran atau imbalan yang tinggi. Ini berarti manusia memiliki atribusi eksternal dalam melakukan suatu hal “saya mau melakukannya karena saya dibayar tinggi untuk itu” sementara melakukan hal yang sama dengan imbalan yang sedikit atau lebih rendah akan membuat manusia memiliki atribusi internal.

3. Emosi
Para peneliti mengatakan bahwa pada dasarnya manusia mengenal apa yang didasarkan dengan cara mempertimbangkan atau memahami keadaan psikologi, mental, dan berbagai dorongan eksternal yang menyebabkan ha itu terjadi. Stanly Schacter (1962) pernah melakukan penelitian tentang persepsi diri dengan pendekatan emosional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar